Dalam
menyambut bulan Ramadhan kali ini, ada beberapa hal yang mesti kita
ketahui berkenaan aktivitas ibadah yang akan kita lakukan. Sebagai kaum
muslimin yang mencintai sunnah Rasulallah shalallahu ‘alaihi wa salam,
kita wajib mengetahui mana saja ibadah yang sesuai sunnah dan ibadah apa
saja yang menyelisihi sunnah. Karena Ibadah itu haruslah sesuai dengan
apa yang telah dicontohkan oleh Rasulallah shalallahu ‘alaihi wa salam,
dan hal itu juga menjadi sebab diterimanya sebuah amal. Sebelum kita
bahas lebih lanjut, terlebih dulu kita ketahui dua syarat diterimanya
suatu ibadah.
Ibadah diterima dengan dua syarat,
1. Pertama, ikhlas karena Allah subhanahu wa ta’ala
2. Kedua, sesuai dengan sunnah Rasulallah shalallahu ‘alaihi wa salam
Mengenai rasa ikhlas, Rasulallah shalallahu ‘alaihi wa salam pernah bersabda:
“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niat. Dan setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Barangsiapa
yang berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya (ikhlas), maka hijrahnya
adalah pada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang hijrah karena dunia
yang ia cari-cari atau karena wanita yang ingin ia nikahi, maka
hijrahnya berarti pada apa yang ia tuju.”[1]
Mengenai
diharuskannya ittiba’ (mengikuti sunnah) dan larangan ibtida’
(menyelisihi sunnah), Rasulallah shalallahu ‘alaihi wa salam, beliau
bersabda:
“Barangsiapa membuat suatu perkara baru (bid’ah) dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.”[2]
Saya
berkata: Dua hadits diatas, yang pertama hadits yang diterima dari
‘Aisyah radhiallahu ‘anha yang merupakan peringatan keras dari
Rasulallah shalallahu ‘alaihi wa salam kepada orang yang membuat amalan
bid’ah, dia sengaja membuat amalan-amalan baru, dengan maksud untuk
diikuti orang ataupun tidak. Sedangkan hadits kedua merupakan ancaman
bagi orang yang mencontoh dan mengamalkan bid’ah yang tidak dibuat
olehnya, dengan kata lain, orang tersebut hanyalah ikut-ikutan
mengamalkan. Ini memberi kita pemahaman bahwa baik orang yang
mempelopori bid’ah dan orang yang mengikuti bid’ah tetap saja
diperingatkan oleh Rasulallah shalallahu ‘alaih wa salam bahwa amalan
mereka mardud (tertolak).
Mengenai
jeleknya berbuat bid’ah juga pernah diucapkan oleh salah seorang
sahabat, yakni Abdullah Bin Umar radhiallahu ‘anhu, beliau berkata:
Dua syarat diterimanya ibadah diatas juga telah dijelaskan oleh para ‘ulama salafush shalih, diantaranya:
Imam
Fudhail Bin Iyadh rahimahullah, beliau berkata: “Apabila amal dilakukan
dengan ikhlas namun tidak sesuai dengan ajaran Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam, amalan tersebut tidak akan diterima. Begitu pula, apabila suatu amalan dilakukan mengikuti ajaran beliau shalallahu ‘alaihi wa salam
namun tidak ikhlas, amalan tersebut juga tidak akan diterima. Amalan
barulah diterima jika terdapat syarat ikhlas dan showab (sesuai sunnah).
Amalan dikatakan ikhlas apabila dikerjakan semata-mata karena Allah.
Amalan dikatakan showab apabila sesuai dengan ajaran Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam.”[5]
Imam
Ibnu Rajab Al-Hanbali rahimahullah, beliau berkata: “Apabila suatu
amalan diniatkan bukan untuk mengharap wajah Allah, pelakunya tidak akan
mendapatkan ganjaran. Begitu pula setiap amalan yang bukan ajaran Allah
dan Rasul-Nya, maka amalan tersebut tertolak.”[6]
Beberapa Amalan Bid’ah di Bulan Ramadhan
Diantara beberapa bid’ah yang dianggap sunnah oleh sebagian besar kaum muslimin di Indonesia saat ini, yaitu:
1. Sengaja Membangunkan Orang Sahur dengan Teriakan atau Nyanyian
Yakni
membangunkan orang untuk sahur dengan berteriak: “Sahur… Sahur…”.
Perbuatan seperti ini tidak ada contohnya di zaman Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa salam dan tidak pula diperintahkan oleh beliau. Dan tidak
pula dilakukan oleh para sahabat, tabi’in dan tabiut tabi’in.
Di Mesir, para muadzin menyerukan lewat menara masjid: “Sahur… Sahur… Makan… Minum…”, kemudian mereka membaca firman Allah subhanahu wa ta’ala:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berspuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.”[7]
Di negeri Syam (Yordania, Palestina) lebih parah lagi, mereka membangunkan sahur dengan membunyikan alat musik, bernyanyi, menari dan bermain.
Tidak ketinggalan di Indonesia, berbagai macam cara dilakukan oleh orang-orang awam. Ada yang keliling kampung sambil teriak-teriak: “Sahur… Sahur…” Di sebagian daerah dengan membunyikan musik lewat mikrofon masjid atau dengan membunyikan tape dan membawanya keliling kampung, ada yang membunyikan mercon atau meriam bambu, dan lain sebagainya. Semua itu adalah perbuatan bid’ah.
Syaikh
Abdul Qodir Al-Jazairi rahimahullah, beliau berkata: “Apa yang
dilakukan oleh sebagian orang jahil (bodoh) pada zaman sekarang di
negeri kita (Al-Jazair, termasuk juga di Indonesia, ed) berupa
membangunkan orang puasa dengan kentongan merupakan kebid’ahan dan
kemungkaran yang seharusnya dilarang dan diingatkan oleh orang-orang
yang berilmu.”[8]
2. Imsak
Ini
adalah bid’ah yang diada-adakan oleh sebagai masyarakat kita yang
kurang mengenal sunnah yang shahih. Mereka menganggap bahwa ketika ada
bunyi atau teriakan imsak, maka semuanya harus berhenti makan dan minum.
Bahkan lebih parah lagi jika ada yang menganggap jika setelah imsak
masih makan atau minum, maka puasanya batal. Hal ini adalah sebuah
kekeliruan, karena perbuatan yang benar yaitu berhenti sekitar (lama
waktunya) ketika dibacakan 50 ayat dari Al-Qur’an.
Sahabat Anas meriwayatkan dari Zaid bin Sabit radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata:
“Kami
makan sahur bersama Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam kemudian
beliau shalat. Maka kata Anas, “Berapa lama jarak antara adzan dan
sahur?”, Zaid menjawab, “Kira-kira 50 ayat membaca ayat al-Qur’an.”[9]
3. Melafadzkan Niat Puasa
Hal
ini adalah perbuatan bid’ah, yang kebanyakan masyarakat kita
melafadzkan niat: “Nawaitu shauma ghadin, dst…” Niat yang benar ketika
akan puasa ramadhan yaitu meniatkan pada malam sebelumnya tanpa
dilafadzkan, karena niat itu tempatnya di hati, bukan di bibir.
Imam Ibnu Abil Izz Al-Hanafi rahimahullah:
“Tak seorangpun dari imam yang empat, baik Imam Syafi’i rahimahullah
maupun lainnya yang mensyaratkan harus melafadzkan niat, karena niat itu
di dalam hati dengan kesepakatan mereka.”[10]
4. Menunda adzan maghrib dengan niat untuk kehati-hatian
Hal
ini bertolak belakang dan menyelisihi sunnah Rasulallah shalallahu
‘alaihi wa salam, beliau shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda:
Penutup dan Kesimpulan
Rasulallah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda:
“Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah maka dosanya di masa lalu pasti diampuni.”[12]
Wallahu ‘alam bis shawab.
Penulis: Ahdan Ramdani (Abu Abdillah Al-Atsary)
29 Sya’ban 1432 H / 31 Juli 2011 M
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori Budaya /
Islam /
Perlu anda ketahui
dengan judul Beberapa Amalan Bid'ah di Bulan Ramadhan. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL https://blognyaifal.blogspot.com/2012/07/beberapa-amalan-bidah-di-bulan-ramadhan.html. Terima kasih!
Ditulis oleh:
Anonim -
Belum ada komentar untuk "Beberapa Amalan Bid'ah di Bulan Ramadhan"
Posting Komentar
Terima Kasih bagi yang sudah berkomentar,dimohon sering-sering berkunjung ya!